Senin, 19 Juli 2010

Jangan Umbar Amarahmu



Salah satu sifat manusia yang sangat berbahaya adalah sifat amarahnya.Jika amarah telah merasuk sukma maka seseorang akan nekad melakukan apa saja demi melampiaskan amarahnya tanpa pernah memikirkan dampak negatif yang diakibatkannya, itulah sebabnya Nabi mengingatkan :

“Janganlah kamu saling marah, jangan saling dengki, dan jangan pula saling tidak acuh satu sama lain.Tapi jadilah kamu semua bersaudara.Tidak halal bagi seseorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari”

“Belum beriman seseorang kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”


Siapa pun bisa marah - marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, semi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik bukan hal mudah.Itu sebabnya dalam situasi-situasi tertentu kita justru dianjurkan boleh marah, seperti memarahi anak yang sudah akil baligh tapi masih malas mengerjakan shalat fardhu lima waktu, atau memarahi isteri yang tidak patuh terhadap perintah-perintah sang suami.

Sebagai seorang muslim tentu kita senantiasa meneladani sifat-sifat Nabi dalam menjalani kehidupan kesehariannya. Sejarah sering mencatat bahwa betapa ikhlas dan rendah hatinya Nabi memaafkan seseorang yang sebenarnya sangat pantas untuk dimarahinya.

Sekali waktu, seorang Yahudi bertamu ke rumah beliau, dijamunya tamunya tersebut sampai kenyang, dan alas tidurnya sendiripun diberikannya pada sang tamunya itu.Tapi dengan penuh kebencian tamunya itu mengeluarkan kotorannya di atas alas tidurnya dan pergi begitu saja tanpa membawa pedangnya.Melihat sang tamu telah pergi,Nabi merasa iba kepada sang tamu karena tahu bahwa pedang tamunya ketinggalan di rumahnya.Lalu Nabi membersihkan kotoran sang tamu yang berserakan di alas tidurnya itu, tidak lama berselang dilihatnya sang tamunya datang kembali untuk mengambil pedangnya yang tertinggal itu, namun Nabi tidak sedikit pun memperlihatkan tanda-tanda kemarahannya, bahkan beliau berkata,”Sahabat, ini pedangmu yang tertinggal, ambillah.” Terkesima melihat betapa santun dan pemaafnya Nabi si tamu itu merasa malu dan minta maaf pada Nabi kemudian menyatakan memeluk agama Islam.

Nah, bagi kita yang kebetulan begitu mudah mengumbar amarah dan sulit memaafkan orang lain semoga kita senantiasa ingat firman Allah dan sabda Nabi berikut :

“Syurga yang luasnya seluas langit dan bumi disediakan bagi orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain.” (QS.3:134)

“Mereka yang mengharapkan ampunan Allah hendaklah suka memaafkan dan berlapang dada.” (QS24:22)

“Manusia adalah saudara bagi manusia lainnya, baik ia suka maupun tidak suka”.(Hadits)

“Ketahuilah, marah itu adalah bara di hati manusia.Tidakkah kalian lihat mata orang yang sedang marah memerah dan emosinya bergemuruh.Maka barangsiapa sedang marah hendaklah ia membaringkan tubuhnya.”

Hampir senada dengan peringatan Nabi di atas Norman Vincent Peale berkata:

“Ingatlah, bahwa amarah adalah merupakan emosi, dan emosi selalu hangat, dan akan menjadi panas.Jika kita ingin mengurangi emosi, kita harus menyejukkannya, mendinginkannya.Dan bagaimana cara mendinginkannya?Bila kita marah, tangan-tangan kita cenderung mengepal,suara menjadi lebih tinggi,otot-otot menjadi tegang dan tubuh menjadi kaku.Itu adalah gambaran sikap manusia purba dalam diri kita.Oleh karena itu lawanlah sekerasnya dengan mendinginkan otak Anda.Dengan kemauan yang keras pula, cegahlah tangan-tangan yang mengepal bagaikan tinju itu.Luruskan jari-jari itu.Dengan kehendak yang sama kerasnya kuasailah nada suara Anda sehingga tidak meninggi lagi, rendahkah suaranya dan lembutkanlah tangan-tangan Anda.

Terakhir, tetapi bukan berarti terkecil artinya Epictitus juga pernah mengingatkan:

“Pada akhirnya nanti, setiap orang harus menebus hukuman atas perbuatan-perbuatan yang salah.Orang yang selalu ingat akan hal itu, pasti tidak akan marah kepada siapa pun, tidak akan dendam, tidak akan mencerca, tidak akan menyalahkan, tidak akan melukai hati,serta tidak akan benci pada siapa pun.”




** Irwin Sigar,penulis Catatan-Catatan Kecilku:Sebuah Refleksi Memaknai Kehidupan